BIOGRAFI NOVELIS ARAB
OLEH:
LANDI PRATAMA
|
Banyak novelis
yang terkenal dan berasal dari arab, diantaranya:
Biografi Fatima Mernissi[1]
Fatima Mernissi dilahirkan tahun
1940 di Fez, Maroko. Dia tumbuh dewasa di suatu harem bersama dengan ibunya,
para nenek dan para saudari lainnya. Suatu harem yang di jaga dengan ketat oleh
suatu penjagaan sedemikian rupa sehingga wanita-wanita tidak bisa lepas dari
itu. Harem telah dengan baik dirawat dan dilayani oleh seorang pelayan pelayan
wanita. Neneknya, Yasmina, adalah salah satu dari sembilan isteri tetapi nasib
yang sama tidak jatuh atas ibunya. Bapaknya hanya mengambil satu isteri dan
tidak memilih poligami sejak kaum nasionalis menolak poligami. Meskipun
demikian, ibunya adalah orang buta huruf sebab dia menghabiskan semua waktunya
di dalam harem.
Fatima beruntung walaupun hidup nya
di dalam suatu harem, dia mendapat kesempatan untuk memperoleh suatu pendidikan
lebih tinggi. Dalam bukunya The Harem Within (Di dalam Harem itu) , Mernissi
menceritakan kepada kita sekitar masa kanak-kanaknya di dalam harem di Fez
tetapi ini hanya bagian dari buku masa kanak-kanaknya yang tidak sebagus
seperti yang dilukiskannya dalam buku itu.
Sejak dia kecil, Mernissi telah
dilibatkan dalam pergolakan pemikiran nasional dan menumbuhkan
pertanyaan-pertanyaan liar sebagai contoh pada batas tertentu memaksakan antara
anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan. Si kecil Mernissi bertanya, jika ada
persetujuan batas antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan, mengapa
hanya anak-anak perempuan saja yang ditutup dan dibatasi. Dia bersikap seperti
itu (menanyakan) pertanyaan seperti itu kepada neneknya Yasmina yang tidak bisa
menjawab karena itu adalah terlalu berbahaya untuknya.
Pada waktu itu dia juga mempunyai
suatu hubungan ambivalen dengan agama, dalam kaitan dengan perbedaan dan tensi
(pertentangan) antar perspektif Alqur'an yang dia persepsikan dalam sekolah Alqur'an
dan apa diajar oleh neneknya. Dia diajar dengan keras di sekolah di mana dia
harus menghafal Alqur'an setiap hari. Dia secara konstan dicaci maki, diteriaki
dan dipukul ketika dia melakukan kesalahan. Dengan begitu dia memandang agama
sebagai sesuatu yang menakutkan.
Di sisi lain, Mernissi kecil
merasakan kecantikan agama melalui neneknya Yasmina, yang membimbingnya ke arah
sisi agama yang puitis. Neneknya sering menceritakan cerita tentang hajinya dan dengan
antusias menceritakan kepada Mernissi tentang Mecca Dan Medina.
Mernissi menyimpan sikap ini selama
bertahun-tahun. Baginya, Alqur'an tergantung pada perspektif kita dan pada
persepsi kita itu berangkat. Ayat-ayat yang kudus ini bisa menjadikan gerbang
untuk lepas dari atau sebagai rintangan. Baginya, Alqur'an dapat memimpin kita
ke arah mimpi atau merusak ketabahan kita.
Sementara itu, Ibu Mernissi selalu mengajarinya bagaimana cara bertindak
dan membawa dirinya sebagai perempuan. Sang Ibu secara teratur menceriterakan
kebijaksanaan. Sang Ibu, berkata bahwa kehidupan merindukan tugas seorang
perempuan. Mernissi mengakui bahwa nenek dan ibunya itulah yang mendukungnya
dalam mengusahakan suatu pendidikan lebih tinggi dengan demikian dia bisa
mandiri.
Ketika Mernissi teenager
(berumur belasan), dia mulai mendapatkan pelajaran religius. Dia menemukan
pelajaran religius itu menyakitkan hatinya :
"….. Beberapa Haditss (tradisi kenabian)
berasal dari Kitab Bukhari Yang diberitahu oleh para guru menyakiti aku. Mereka
menyatakan bahwa Nabi berkata: " Anjing, Keledai Dan Perempuan akan
menghalangi/menghambat doa seseorang kapan saja mereka lewat di depan nya, yang
tiba-tiba memutuskan antara orang yang berdoa itu dengan kiblah." Aku
terkejut mendengar haditss pendek seperti itu dan tidak pernah mengulangi nya
dengan harapan diam akan menghapus Haditss ini ke luar dari pikiran ku. Aku
bertanya, " Bagaimana mungkin Nabi berkata seperti itu Haditss yang sangat
menyakiti aku... bagaimana bisa Muhammad yang terkasih menyakiti anak perempuan
kecil yang sedang dalam perumbuhan, yang sedang mencoba untuk membuat dia
sebagai pilar/sandaran/role of model dari mimpi romantisnya." ( Perempuan
di dalam Islam, hal. 82)
Saat ini, Mernissi telah memperoleh
S2 (master) nya
dalam bidang politik dari Universitas Muhammad V di Rabat, Maroko, dan S3 / Phd dari
Universitas Brandeis di Amerika tahun 1973. Disertasi nya, Beyond the Veil
(Di luar Selubung), menjadi suatu buku pelajaran dan suatu acuan kunci di Barat
tentang perempuan dan Islam.
Dan pada saat ini, dia bekerja
sebagai seorang pemberi ceramah/ dosen Sosiologi pada Universitas Muhammad V
Rabat di mana dia lulus. Dia terkenal sebagai Muslimah Pejuang hak wanita di
Afrika Utara dan seorang aktifis terkemuka di Dunia Islam.
Pemikiran dan Karya
Karya Mernissi berasal dari
pengalaman individunya yang mendorongnya untuk melakukan riset historis tentang
berbagai hal yang sudah mengganggu pemahaman religiusnya. Sebagai contoh, di
bukunya The Veil and Male Elite yang kemudian ia revisi kembali menjadi Women
and Islam: A Historical and Theological Enquir (Wanita-Wanita Dan Islam:
Suatu Enquir mengenai agama Dan histories), penyelidikanya tentang teks
Alqur'an yang suci dan Hadits didasarkan pada pengalaman individu nya, perihal
kejadian kasus Hadits pembenci wanita yang menyamakan posisi seorang wanita
dengan anjing dan keledai itu .
Kesedihan Mernissi menjadi lebih
dalam saat dia mendengar tentang Hadits mengenai kepemimpinan wanita.
Motivasinya untuk menyelidiki Hadits semacam itu dengan serius dipicu oleh
Hadits yang diucapkan oleh seorang pedagang di pasar yang menafikan
kepemimpinan wanita. Dikejutkan oleh pertanyaan nya, pedagang itu mengutip
Haditss yang mengatakan bahwa " tidak ada keselamatan di dalam masyarakat
yang dipimpin oleh wanita." Bagi nya, hal ini menandakan bahwa
Haditss-haditss di alamatkan kepada komunitas masyarakat muslim dan oleh karena
itu kepemimpinan wanita masih dapat dibantah/ diperdebatkan di samping kasus
Benazir Buttho yang menjadi perdana menteri Pakistan dan di samping fakta bahwa
Alqur'an membahas kepemimpinan Ratu Bilqis.
Dia juga consern dengan
perihal lain: hijab. Topik hijab telah mendominasi karier intelektual
nya. Hujab, adalah sebuah instrumen pembatasan, pemisahan dan
pengasingan yang digunakan untuk menjaga wanita-wanita ke luar dari area
publik. Baginya, Hijab berarti pemisahan dan digunakan sebagai suatu medium
pernyataan heirarchy antara para penguasa dan masyarakat.
Dia mengkomunikasikan pemahamannya
melalui penafsiran Alqur'an dan Haditss dan melalui riset historis dan analisa
kemasyarakatan. Golnya adalah untuk menyampaikan sebuah penafsiran alternatif
melalui bukunya The Forgotten Queen in Islam (Ratu yang terlupakan dalam
Islam) dan Islam and Democracy (Islam dan Demokrasi). Di dalam
karya-karyanya ini dia mencoba untuk menunjukkan bahwa cacat di dalam
Pemerintah Arab tidaklah inheren (yang tidak bisa dipisahkan) dengan
pengajaran religius, tetapi ada kaitannya dengan manipulasi pengajaran religius
para penguasa untuk kepentingan mereka sendiri. Meskipun demikian, Mernissi
mempertahankan Negara-Negara Arab ketika mereka difitnah oleh pers barat (
lihat Islam Dan Demokrasi p. 26).
Dalam kebanyakan karyanya, dia mencoba untuk menggambarkan bahwa pengajaran
religius dapat dengan mudah digerakkan dan untuk alasan itu, dia percaya bahwa
tekanan (kepada) perempuan bukanlah bagian dari pengajaran Islam yang
sesungguhnya. Itulah mengapa
dia hati-hati untuk tidak menentang tradisi suci. Kebanyakan dari artikel nya
mengenai perempuan menyatakan masalah-masalah ini. Kita dapat lihat ini,
sebagai contoh, di dalam buku nya Rebellion's Women and Islamic Memory
(Pemberontakan para Wanita Dan Memori Islam), ( London& New Jersey: Zed
Buku, 1996).
Judul Novel Karya Fatima Mernissi diantaranya
adalah Ahlam Nisa
Al-Harim
Biografi Ibnu
Thufail[2]
Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abd al- Malik Ibnu
Muhammad Ibnu Thufail (latin, Abubacer) pemuka besar pertama pemikiran
filosofis Muwahhid dari Spanyol. Ia dilahirkan di Guadix, provinsi Granada, ia
termauk dalam keluarga suku arab terkemuka Qais. Dalam bahasa latin ia lebih
populer dengan sebutan Abu Bacer. Ibnu Thufail meninggal di Maroko pada tahun
581 H/1185 M.
Ibnu Thufail memiliki disiplin ilmu
dalam berbagai bidang (all round). Selain sebagai seorang filosof, ia juga ahli
dalam ilmu kedokteran, matematika, astonomi dan penyair yang sangat terkenal
dari dinasti Al-Muwahhid spanyol. Ia mulai karirnya menjadi dokter praktek di
Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia di angkat menjadi sekretaris
Gubernur di Provinsi itu, kemudian ia diangkat menjadi sekretaris pribadi
Gubernur Geuta dan Tanqier oleh putra al-Mu’min (penguasa al-Muwaddin Spanyol),
setelah itu ia diangkat menjadi dokter pemerintahan dan sekaligus menjadi
Qodhi’.
Karya-karya
Ibnu Thufai
Ibnu Thufail adalah seorang dokter, filsuf, ahli matematika dan penyair
yang sangat terkenal dari Muwaddin Spanyol, tapi sayangnya hanya sedikit sekali
karya-karyanya yag dikenal orang.
Miguel Casiri (1122 H/1710 M-1205 H/1790 M) menyebutkan dua karya yang
masih ada, yaitu: Risalah hay Ibn Yaqzhan dan Asrar al-Hikmah al- Mashriqiyyah,
yang disebu terakhir ini berbentuk naskah. Kata pengantar dari Asror
menyebutkan bahwa itu hanya merupakan satu bagian dari risalah Hayy Ibn Yaqzhan
fi Asror al-Hikmah al-Mashriqiyyah.
Kata Ibnu Thufail ini merupakan
suatu kreasi yang unik dari pemikiran filsafatnya. Sebelumnya, judul ini telah
diberikan oleh Ibn Sina kepada salah satu karya esoteriknya, tapi Ibnu Thufail
berhasil menjadikan kisah ini menjadi kisah roman filosofis yang unik.
Ketajaman filosofisnya yang menandai kebenaran kisah ini dan ia menjadikannya
salah satu kisah yang paling asli dan paling indah pada abad pertengahan. Hal
ini terbukti dengan banyaknya buku ini diterjemahkan kedalam bahasa ibrani,
Latin, Inggris, Belanda, Prancis, Spanyol. Bahkan pada zaman modern pun minat
terhadap karya Ibnu Thufail ini tetap ada.4
Sekilas
Tentang Hayy Bin Haqzhan
Roman ini diawali dengan kisah seorang bayi yang dihanyutkan ibunya (dalam
versi lain, ia terlahir secara spontan karena keseimbangan unsure-unsur tanah)
dan diasuh oleh seekor rusa betina disebuah pulau yang tidak berpenghuni,
dibawah asuhan rusa tersebut, sibayi tumbuh layaknya anak manusia kebanyakan,
baik fisik maupun psikisnya. Dalam menggunakan rasionya, ia mampu menangkap
konsep-konsep filosofis sampai akhirnya ia mencapai puncak pengalaman sekstase
mistik.
Biografi Kahlil
Gibran[3]
Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6
Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Beshari sendiri merupakan daerah yang kerap
disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran
sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya
banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam. . Pada usia 10 tahun,
bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Amerika
Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti
yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika
Serikat pada akhir abad ke-19.
Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa
akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran
hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut,
di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898
sampai 1901.
Selama awal masa remaja, visinya
tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan
Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang
sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan
ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab. Gibran meninggalkan tanah airnya
lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari
Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya.
Di Boston dia menulis tentang
negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru
memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda
menjadi satu. Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga
1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, “Spirits
Rebellious” ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat
cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang
dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja
Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai
harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama
di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki,
bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang
paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC. Gibran segera
kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan
hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan
dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya
adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan
kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu
terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus
menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk
menjaga kelangsungan hidupnya. Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua,
Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh
dari hasil menjahit di Miss Teahan’s Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu,
Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena
secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala
sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus
dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia
belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy.
Kembali ke Boston, Gibran
mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia
juga mengambil alih pembiayaan keluarganya. Pada tahun 1911 Gibran pindah ke
kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West
Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis
dan menulis. Sebelum tahun 1912 “Broken Wings” telah diterbitkan dalam Bahasa
Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya.
Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya
menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran
ini sering dianggap sebagai otobiografinya. Pengaruh “Broken Wings” terasa
sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita
Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka
adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur
dalam perkawinan. Cetakan pertama “Broken Wings” ini dipersembahkan untuk Mary
Haskell. Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada
tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus
menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya.
Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari
kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai
dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat
dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat
mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi
kehebatan Barat. Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya
pertamanya dalam bahasa Inggris, “The Madman”, “His Parables and Poems”.
Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam “The Madman”. Setelah “The
Madman”, buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah “Twenty Drawing”, 1919; “The
Forerunne”, 1920; dan “Sang Nabi” pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu
cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa
sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan
kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun
1918-1922. Sebelum terbitnya “Sang Nabi”, hubungan dekat antara Mary dan Gibran
mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari
Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar
melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada
mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan
pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak
yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat
dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke
dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan
sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan
Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring
dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya
adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca “Sang Nabi”. Barbara
Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru
bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif
dalam kegiatan studio Gibran. sayap sayap patah Biografi Kahlil GibranSalah
satu buku karya Kahlil Gibran Gibran menyelesaikan “Sand and Foam” tahun 1926,
dan “Jesus the Son of Man” pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama
tulisannya, “Lazarus” pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran
menyelesaikan “The Earth Gods” pada tahun 1931. Karyanya yang lain “The
Wanderer”, yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada
tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain “The Garden of the
Propeth”. Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya
memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak
untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St.
Vincent’s Hospital di Greenwich Village. Hari berikutnya Marianna mengirim
telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun
harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap
menyempatkan diri untuk melayat Gibran. Jenazah Gibran kemudian dikebumikan
tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah
melakukan ibadah. Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui
seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas
yang bertuliskan, “Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia
Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku.”
Biografi Nawal El Saadawi[4]
Biografi Nawal El Saadawi[4]
Nawal El Saadawi adalah
seorang tokoh perempuan Mesir terkemuka, sosiolog, dokter dan penulis
militan yang konsisten berbicara dalam isu-isu masalah wanita Arab atau kita
lebih mengenalnya dengan sebutan feminis. Beliau seorang penulis
produktif terkenal di dunia dan sudah banyak tulisan beliau yang menjadi
inspirasi baik di timur maupun dibarat. Ia lebih suka menulis dalam
bahasa Arab dan tinggal di Mesir. lebih dari empat puluh buku fiksi dan non
fiksi telah ia tulis. Ia merupakan salah satu penulis yang karyanya paling
banyak diterjemahkan kedalam dua belas bahasa dunia. Novel dan buku-bukunya
tentang perempuan (feminisme) memiliki efek yang mendalam pada generasi
ke generasi secara berturut-turut baik perempuan muda dan laki-laki
selama lima dekade terakhir.
Nawal El Saadawi lahir pada 27
0ktober 1931 di Kafr Tahla, sebuah desa kecil di luar Kairo. El Sa’adawi
dibesarkan dalam keluarga besar dengan delapan bersaudara. Keluarganya
relatif tradisional, religius, dan hidup berkembang dalam kondisi negara yang
berada dalam tekanan kolonial. Saat umurnya menginjak usia enam tahun ia
"disunat", namun agak progresif dan menolak. Ayahnya seorang serjana
perguruaan tinggi, terdidik dan sangat menghargai pendidikan sehingga tidak
aneh kalau Ayah El Sa’adawi bersikeras dalam mendidik semua anak-anaknya
meskipun Sa’adawi sering berdebat mengapa saudara lelakinya harus
memiliki pendidikan lebih tinggi dari padanya. pada tahun 1937 ayahnya menjabat
sebagai pengawas umum pendidikan untuk provinsi Minufia di daerah Delta,
wilayah yang terletak disebelah utara Kota Kairo.
Tidak hanya Ayahnya, Ibu El Saadawi
juga sorang perempuaan yang terdidik. Ia menggambarkan sosok Ibunya sebagai
"seorang revolusioner potensial dalam sejarah hidupnya." Ibunya
meninggal ketika ia berumur 25 tahun, dan tak lama setelah itu Ayahnya
menyusul ibunya, keduanya tidak dapat menyaksikan prestasi yang luar biasa
putri mereka sebagai pahlawan perempuan Arab.
Semasa kecilnya El Saadawi menyelesaikan pendidikannya pada sekolah dasar,
sekolah menengah dan sekolah tingginya di negeri kelahirannya Mesir. Ia berbeda
dengan sastrawan ataupun intelektual Mesir lain yang sezamannya, kebanyakan
dari mereka menghabiskan masa studinya di luar negeri.
Setelah temat di sekolah menengah, Nawal El Saadawi memilih Fakultas Kedokteran
Kairo, sebuah Fakultas yang hanya diambil oleh kaum lelaki tetapi justru itu
yang di hendaki El Saadawi. tampaknya jiwa kritis Nawal sudah dimulai sejak ia
tumbuh dalam kehidupan bekeluarganya waktu itu.
Meskipun pembatasan yang dikenakan oleh patriarki tradisi kebudayaan arab
dan penguasa kolonial pada perempuan pedesaan, El Saadawi masih bisa menempuh
studi di Universitas Kairo dan lulus pada tahun 1955 dengan gelar dokter dalam
psikiatri. Ia menjadi
lulusan terbaik dari 50 orang perempuan diantara ratusan mahasiswa lelaki
pada tahun kelulusannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, El Saadawi
membuka praktek psikiatri mengabdi pada negara dan akhirnya naik menjadi
Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir. El Saadawi bertemu suaminya Sheriff Hetata
yang sama-sama berprofesi seorang dokter, saat bekerja di Departemen Kesehatan
di mana keduanya berbagi kantor bersama-sama. Mereka menikah pada tahun 1964
dan memiliki seorang putra dan seorang putri. Hetata bersama El Saadawi
dipenjara selama 13 tahun atas partisipasinya dalam partai oposisi sayap kiri.
Sebagai seorang intelektual
sekaligus pejuang hak-hak perempuaan, El Saadawi beberapa kali mengadakan
kegiatan ilmiah, antara lain; penelitiaan dan observasi sosial tentang
perempuaan, terutama masalah tentang bias gender ataupun ketidakadilan gender.
Pada tahun 1969 ia melakukan observasi dan perjalanan ilmiah ke Sudan.
perjalanannya kesudan ini dalam rangka melihat lebih dekat praktek-praktek
penyunatan terhadap perempuaan yang dilakukan secara tradisional, menyakitkan
dan sangat berbahaya terhadap keselamatan bagi perempuaan itu sendiri.
Ia mulai menulis lebih dari 25 tahun yang lalu saat ia melakukan praktek
medisnya sebagai seorang dokter dan disana banyak mengamati masalah perempuan
fisik, psikologis lalu menghubungkan mereka dengan praktek-praktek budaya yang
menindas, penindasan patriarkal, penindasan kelas dan penindasan imperialis ,
karya buku El Saadawi ini (27 di semua) telah berkonsentrasi pada perempuan,
terutama perempuan Arab, seksualitas dan status hukum mereka. Sejak awal,
tulisan-tulisannya dianggap kontroversial dan berbahaya bagi masyarakat, dan
dilarang di Mesir. konsekuensinyanya, El Saadawi terpaksa untuk menerbitkan
karya-karyanya di Beirut, Lebanon.
Pada tahun 1972, tulisan pertamanya
dalam buku non-fiksi, Perempuan dan Masalah Seks sebagai judulnya. Semua
karyanya saat itu terkait dengan subjek yang sangat tabu; yakni tentang feminisme,
gender, perempuan dan seksualitas, dan juga subyek sensitif, patriarki budaya,
politik dan agama. Nawal El Sa’dawi melihat problem diskriminasi wanita sebagai
masalah struktural yang sama peliknya dengan masalah negara. Dalam buku
al-Mar’ah wa al-Jins tadi (Perempuan dan Masalah Sex), El Saadawi memberikan
potret sosial bangsa Arab yang lusuh dan cara pandang negatif kaum lelakinya
tentang perempuan dan sex. Publikasi ini membangkitkan kemarahan otoritas
politik dan teologis saat itu, dan Departemen Kesehatan memaksanya untuk
memundurkan diri dan memecatnya. Di bawah tekanan yang sama ia kehilangan
posisinya sebagai Pemimpin Redaksi sebuah jurnal kesehatan dan sebagai Asisten
Sekretaris Jenderal di Asosiasi Medis di Mesir.
Dari tahun 1973 sampai 1976 ia
menjadi sorang peneliti perempuan dan neurosis di Fakultas Ain Syams University
of Medicine. Hasil penelitiaanya dipublikasikan Perempuan dan Neurosis di Mesir
Pada tahun 1976 dengan judul Perempuaan dan Neeurosis, termasuk memasukan
20 study penelitiaan yang mendalam tentang kasus perempuan di
penjara-penjara dan rumah sakit. Penelitian ini juga memberinya inspirasi untuk
menulis novelnya yang terkenal yakni novelnya Perempuan di Titik Nol, yang
didasarkan pada perempuan terpidana mati yang dihukum karena membunuh suaminya
bahwa dia bertemu ketika melakukan penelitian tersebut.
Pada tahun 1977, ia menerbitkan karya yang
paling terkenal, The Hidden Face Hawa, yang meliputi sejumlah topik relatif
terhadap wanita Arab seperti agresi terhadap anak-anak perempuan dan pemotongan
alat kelamin perempuan, prostitusi, hubungan seksual, perkawinan dan perceraian
dan fundamentalisme Islam. Dari 1979-180 El Saadawi menjabat sebagai penasehat
PBB untuk Program Perempuan di Afrika (ECA) dan Timur Tengah (ECWA).
Kemudian pada tahun 1980, sebagai puncak dari perang lama ia berjuang untuk
kemerdekaan perempuan Mesir dalam segala aspek, terutama dalam aspek sosial dan
intelektual. semua kegiatan/ekspresi perempuaan telah ditutup, perempuan tidak
mempunyai hak dan peranannya dalam membangun negara karena tempatnya hanya
dirumah untuk menjadi ibu rumah tangga, perempuaan dipenjarakan di bawah rezim
Sadat, atas tuduhan "kejahatan terhadap negara . " El Saadawi menyatakan
"Saya ditangkap karena saya percaya Sadat Dia mengatakan ada demokrasi dan
kami memiliki sistem multi-partai dan Anda bisa mengkritik.. Jadi saya mulai
mengkritik kebijakannya dan saya mendarat di penjara." Meskipun dalam
penjara, El Saadawi terus melawan penindasan.
Pada tahun 1981 El Saadawi
membentuk AWSA (Solidaritas Perempuan Arab Association). Para AWSA (Arabic
Women's Solidarity Association) adalah hukum pertama, organisasi feminis
independen di Mesir. Organisasi memiliki 500 anggota lokal dan lebih dari 2.000
anggota secara internasional. Asosiasi ini menyelenggarakan konferensi
internasional dan seminar, menerbitkan majalah dan telah mulai menghasilkan
pendapatan proyek untuk perempuan di daerah pedesaan. Para AWSA dilarang pada
tahun 1991 setelah mengkritik keterlibatan AS dalam Perang Teluk. El Saadawi
merasa konflik irak dan libanon (perang teluk) seharusnya diselesaikan di
antara orang Arab. tujuaan dari didirikannya organisasi ini adalah untuk
mengupayakan kekuatan politik yang memperjuangkan kepentingan dan apresiasi
kaum perempuaan. pada tahun 1985 organisasi AWSA telah mendapatkan
pengakuaan resmi dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB sebagi organisasi non
Pemerintahan (NGO) Arab.
Meskipun ia menyangkal pena dan
kertas, El Saadawi terus menulis di penjara, menggunakan "pensil alis
pendek hitam" dan "gulungan kecil kertas toilet tua dan
compang-camping." Dia dirilis bebas pada tahun 1982, dan pada tahun 1983
ia menerbitkan Memoirs dari Penjara Wanita, di mana ia melanjutkan serangan
kritiknyanya pada pemerintah Mesir represif. Dalam kata penutup memoarnya, dia
mencatat banyak sifat korup pemerintah negaranya, bahaya penerbitan dalam
kondisi otoriter seperti itu dan tekadnya untuk terus menulis kebenaran.
Bahkan setelah dia dibebaskan dari penjara, kehidupan El Saadawi itu
terancam oleh orang-orang yang menentang pekerjaannya, terutama kaum
Islam fundamentalis, dan penjaga bersenjata ditempatkan di luar rumahnya di
Giza selama beberapa tahun sampai dia meninggalkan negara untuk menjadi
profesor tamu di universitas di Amerika Utara . El Saadawi adalah penulis di tinggal di Asia
dan Afrika Departemen Bahasa Duke University dari 1993-1996. Dia juga mengajar
di Washington State University di Seattle.
Pada tanggal 15 Juni 1991, pemerintah mengeluarkan dekrit yang menutup AWSA
Solidaritas Perempuan Arab Asosiasi atas nama ia sebagai pemimpinnya. kemudiaan
El Saadawi mencari keadilan dengan memeja hijaukan pemerintah Mesir akan
tetapi usahanya sia-sia dan gagal total. Enam bulan sebelum Keputusan ini
pemerintah menutup dan menjegal Zuhur majalahnya, yakni majalah Nun yang
menjadi poros suara para aktivis AWSA diterbitkan oleh Asosiasi Solidaritas
Perempuan Arab. Dia adalah editor-in-chief dari majalah tersebut. detik-detik
berakhirnya organisasi tersebut, Nawal El Saadawi menulis karyanya pada sebuah
buku yang berjudul ma'rakah jadidah fi qadhiyatil mara'h ( medan baru bagi
persoalan-persoalan perempuaan). pada karya ini ia ingin menunjukan kepada
masyarakat terutama pemerintahan mesir bahwa organisasinya tersebut banyak
didukung oleh mayarakat dunia.
Selama musim panas 2001, tiga
buku-bukunya dilarang di Kairo Buku International Fair. Dia dituduh murtad pada
tahun 2002 oleh seorang pengacara fundamentalis yang mengangkat kasus
pengadilan terhadapnya secara paksa bercerai dari suaminya, Dr Sheriff Hetata.
Dia memenangkan kasus karena di dukung asosiasi perempuaan Mesir, Arab dan
solidaritas internasional. Pada tanggal 28 Januari 2007, Nawal El Saadawi dan
putrinya Mona Helmy, seorang penyair dan penulis, dituduh murtad dan
diinterogasi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kairo karena tulisan-tulisan mereka
untuk menghormati nama ibu.
Mereka memenangkan kasus pada 2008.
Upaya mereka menyebabkan hukum baru dari anak di Mesir pada 2008, memberi
anak-anak lahir di luar pernikahan yang tepat untuk membawa nama ibu. Juga PKW
dilarang di Mesir oleh hukum ini di tahun 2008. Nawal El Saadawi sedang menulis
dan berjuang menentang PKW selama lebih dari lima puluh tahun.
Masalah marjinalisasi, diskriminasi, dan
penindasan terhadap perempuan, menurut Nawal El Sa’dawi tidak bisa diselesaikan
lewat persamaan sex atau apa lagi lewat agama. Persoalan wanita sangat
kompleks, erat kaitannya dengan masalah global ekonomi dan politik sebuah
negara. Wanita tertindas karena struktur patriarkal sosial Arab yang terwarisi
turun-temurun. Tradisi Arab cenderung merendahkan wanita. Dalam tradisi agama,
wanita dihargai setengah, dan yang setengah itupun selalu dihalang-halangi
untuk berperan dalam masyarakat secara bebas.85 Dalam artikel khusus yang
disiapkan untuk pembaca berbahasa Inggris, Women and Islam, El Sa’dawi
menyamakan persoalan wanita dengan masalah keterbelakangan. Menurut El Sa’dawi:
“Keduanya bukan masalah agama sebagaimana yang selalu dikatakan oleh kalangan
fundamentalis, tetapi masalahnya berkaitan erat dengan masalah ekonomi dan
politik negara.”
Sebagai seorang tokoh yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan hak-hak
perempuaan dan aktivis pergerakan pembebasan kaum perempuaan, El Saadawi bahu
membahu untuk mengadvokasikan kepada kaum perempuaan di dunia bahwa
pembebasan kaum perempuan dari patriarki budaya masyarakat dan belenggu sistem
sosial yang ada, hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuaan itu sendiri.
Perempuaan harus kuat di mulai dari pribadinya masing-masing. menurut beliau
perempuaan harus bisa terbebaskan dan berani menyikap tabir pikiran mereka,
yaitu kesadaran palsu, kesan-kesan minor, dan sikap lemah yang selama ini
melekat pada kaum perempuan. sehingga nantinya akan muncul sebuaah kesadaran
baru pada diri mereka bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti antara
dirinya dan kaum lelaki.
Konsep pemikiran Nawal El Sadaawi
tentang feminisme bisa dilihat dari tujuan ia mendirikan organisasi perempuan
yang ia dirikan AWSA (Arabic Women's Solidarity Association). menurut asumsinya
feminisme adalah penyikapan tabir yang menelimuti pikiran kaum perempuaan. El
Saadawi dalam mengungkapkan pemikirannya tidak jarang harus menolak norma-norma
yang telah mapan. bahkan ia berani bersebrangan dengan pemerintahan Mesir dan
menjadikannya sebagai oposisinya terhadap segala kebijakan pemerintah, tradisi
masyarakat yang bertentangan dengan nalar dan keyakinannya beserta tidak
menguntungkan bagi perjuangan kaum perempuan. Tentu itu semua harus dibayar
dengan harga mahal dan ada pengorbanannya, ia sering keluar masuk penjara,
banyak sekali teror dan ancaman pembunuhan terhadap dirinya. kini El Sadawi
menghabiskan sisa hidupnya di Eropa dan Amerika dan sesekali berkunjung ke
tanah kelahirannya di Mesir.
Nawal El Saadawi memiliki beban
psikologis tentang asumsi berlebihan atas permasalahan dominasi dan otoritas
gender. Ia ingin berontak dari sebuah sistem patriarkal mapan, meski dengan
cara dan metode radikal yang lebih menekankan pada peran dan faktor ekonomi-politik.
Yang menarik, dan merisihkan mungkin, adanya personalitas ganda dalam memandang
kaum lelaki yang bersifat ambivalen. Pada suatu sisi, lelaki dilihat dan
digambarkan sebagai penguasa dan penyebab diskriminasi seksual, di sini,
pemberontakan perempuan dilihat sebagai pemberontakan terhadap kuasa lelaki.
Pada sisi lain, lelaki juga dilihat sebagai korban “imaginasi social”, yang
selanjutnya, dalam hal ini, ia menjadi rekan senasib perempuan; adanya
eksploitasi kelas, dalam wacana feminisme Arab tidak ubahnya dengan otoritas
agama, pada satu pihak sebagai justifikasi untuk perlawanan terhadap sebuah
sistem, dan pada pihak lain sebagai penghalang untuk kebebasan wanita.
Nawal El Saadawi telah diberikan
beberapa hadiah sastra nasional dan internasional, mengajar di banyak
universitas, dan berpartisipasi dalam konferensi internasional dan nasional.
Pada tanggal 3 Mei 2009, di New York ia mempresentasikan Kuliah Arthur Miller
di Festival Sastra Pena Internasional. El Saadawi terus mencurahkan waktunya
untuk menjadi pembicara penulis, wartawan dan seluruh dunia pada isu-isu
perempuan. Proyek saat ini adalah menulis otobiografinya, bekerja lebih dari
itu 10 jam selama sehari.
Judul-judul
Novel Karya Nawal El Saadawi
Al-Ghaib, Mudzakarat Thabibah, Mudzakarat fii Sijni Nisa,
Al-Aghniyat Ad-Dairiyahh, Hanan Qalil, Al-Warthah, Jannat wa Iblis, dan Mautu
Ar-Rajul Al-Wahid ‘Ala Al-Ardhi
Biografi Najib
Mahfudh[5]
Najib Mahfudh adalah satu-satunya Novelis Arab berkebangsaan Mesir yang
berhasil meraih penghargaan Nobel di bidang sastra tahun 1988, dan termasuk
salah seorang penulis sastra Arab terkenal disamping tokoh-tokoh lainnya,
seperti Taufiq Al-Hakim. Namanya ditempatkan dalam jajaran tokoh sastra dunia
yang telah berhasil menghasilkan karya spektakuler, seperti Orhan Pamuk
(Turki), Nadine Gordimer (Afrika Selatan), Kenzaburo Oe (Jepang) dan masih
banyak yang lainnya. Penulis
Biografi Mahfudh, Raymond Stock pernah menulis,”Menurut saya, ia melampaui kehebatan
para (penulis) Barat”.
Mahfudh dilahirkan di distrik
Gamaliyah, belakang makam Sayyidina Husein, di Kairo Lama pada tanggal 11
Desember 1911, dari sebuah keluarga miskin Muslim. Beliau adalah anak bungsu
dari tujuh bersaudara, ayah beliau seorang pegawai negeri yang dilukiskannya
sebagai “Seorang yang Jumud”. Di waktu kecil, Beliau sering diajak oleh ibunya
ke Museum Sejarah Mesir, yang kemudian menjadi tema utama dalam setiap
buku-bukunya. Revolusi Mesir yang terjadi pada tahun 1919 mempunyai pengaruh
yang kuat pada seorang Najib Mahfudh, meskipun baru berumur tujuh tahun. Dari
jendela rumahnya, dia sering melihat tentara Inggris menembaki para demonstran.
Ini yang menjadikan karya-karyanya
yang tidak pernah sepi dari unsur politik. Setelah menyelesaikan pendidikan
menengah, Mahfudh masuk Universitas Raja Fuad I yang dikenal sekarang dengan
nama Universitas Cairo, di mana dia belajar Filosofi dan lulus pada tahun 1934.
Tahun 1936, Mahfudh memutuskan untuk menjadi penulis professional. Ini
dibuktikan dengan menjadi wartawan di Koran Ar-Risalah dan memiliki kontribusi
yang luar biasa untuk Koran Al-Hilal dan Al-Haram. Karir selanjutnya yang
dirintis adalah menjadi staf pada Kantor Kementerian Agama dan Urusan Wakaf,
kemudian dipindahtugaskan ke Kantor Kementerian Kebudayaan sebagai penanggung
jawab untuk industri perfilman. Beliau juga pernah menjabat sebagai Konsultan
pada Kementerian Kebudayaan dan pensiun pada tahun 1972, serta pernah pula
menjadi Anggota Dewan di penerbit Dar Al-Ma’arif. Beliau memilih hidup dalam
keadaaan bujang sampai umur 43 tahun, dan menikah setelah itu pada tahun 1954,
serta menghasilkan dua anak perempuan. Najib Mahfudh dalam perjalanan hidupnya
pernah menentang Ayatullah Khomeini karena mengeluarkan fatwa “Hukum Mati”
terhadap Salman Rushdie pada tahun 1989, yang mencaci maki Islam dalam “Satanic
Verses”. Karena dalam
pandangannya, seseorang memiliki kebebasan dalam berekspresi, namun ia juga
mengkritik tulisan Salman Rushdie karena dianggap menghina Islam. Di samping
itu, karya-karyanya juga banyak yang berisi kritikan termasuk yang berhubungan
dengan agama, seperti “Awlad Haaratina” yang kemudian dilarang terbit oleh
Al-Azhar. Tindakannya ini, membuat kelompok Islam Radikal marah, dan pernah
melakukan percobaan pembunuhan terhadap dirinya tahun 1994, dengan menikam
pundaknya. Setelah kejadian tersebut, Mahfudh mengalami masa-masa sulit dari
hidupnya sebagai penulis. Sehingga menghasilkan karya yang sangat sedikit. Pada
awal tahun 1996, karyanya kembali muncul yang ditulis oleh Ahmad Kamal Abu
Al-Majd. Sampai kematian menjemput dirinya, Mahfudh hidup dalam keadaan fisik
yang sangat sulit, tetapi semangat yang terpancar dari dirinya adalah gambaran
kekuatan seorang penulis besar. Karya dan Pandangan Tahun 1950, Beliau bekerja
untuk karyanya yang spektakuler yang dikenal dengan “Trilogi Cairo” (Bayn
Al-Qashrain, Qashr Al-Syawq, Al-Sukkariyyah), yang melambungkan namanya di
seantero dunia Arab. Berkat karya trilogi itu, ia dikenal sebagai pemerhati
kehidupan masyarakat urban tradisional.
Di era pasca Revolusi 1952, ia
kerap menyusupkan pandangan politiknya secara terselubung dalam wujud kiasan
dan simbol di setiap tulisannya. Awlad Haaratina (anak-anak Gabalawi) yang
terbit tahun 1959 merupakan karya terbaiknya. Novel ini menceritakan seorang
Gabalawi yang memutuskan untuk beristirahat dan menyerahkan pengaturan tanah
wakaf kepada seorang anaknya. Tanah itu adalah sumber kehidupan orang kampung
sekaligus pangkal malapetaka. Wakaf bukan untuk dikuasai sepihak, tapi
dimanfaatkan bersama, sebagaimana dunia adalah wakaf Tuhan untuk manusia. Dan
petaka mulai ketika muncul hasrat tamak ingin menguasai tanah wakaf, dan ketika
terjadi pelanggaran terhadap sepuluh syarat yang telah ditetapkan oleh Gabalawi
sebagai pemilik asal, sebagaimana pelanggaran manusia terhadap sepuluh perintah
Tuhan. Novel ini dilarang dilarang di seluruh dunia Arab kecuali di Libanon,
karena dianggap menggambarkan Allah dalam perilaku manusia.
Tsartsarah Fauqa An-Nil
(Terombang-ambing di Nil) yang terbit tahun 1966 adalah salah satu novelnya
yang populer. Dan pernah diangkat ke layar lebar yang dibintangi oleh Super
Star Mesir seperti Imad Hamdi, Ahmad Ramzi, dan Adel Adham. Alur ceritanya
adalah bagian dari kritik sosial pada masa Gamal Abdul Naser. Lalu pada masa
Anwar Sadat, dilakukanlah pembredelan terhadap karyanya ini untuk mencegah
timbulnya provokasi terhadap orang-orang Mesir yang masih mencintai Gamal Abdul
Naser. Sebagian besar dalam tulisan Mahfudh selalu berisikan tentang politik. Beliau dalam
karya-karyanya juga menggabungkan pengaruh intelektual budaya Timur dan Barat
serta juga tertarik dengan sosialis demokratis. Meninggal Dunia Najib mahfudh
menghembuskan nafas terakhir pada usia 94 tahun, tepatnya pada pagi hari ini
(Rabu, 30 Agustus 2006) di Rumah Sakit Kepolisian Mesir, di Agouzah.
Mahfouz dirawat di Rumah Sakit
Kepolisian sejak 10 Agustus akibat sakit paru-paru dan ginjal. Dari keterangan
teman dekatnya, Mahfuz diketahui mengalami gagal jantung. Meski dokter berhasil
membuatnya siuman, jantungnya benar-benar berhenti berfungsi. Kondisi Mahfuz
memang merosot drastis sejak dua bulan sebelum kematiannya. Pada pertengahan
Juli 2006, ia sempat dilarikan ke rumah sakit lantaran mengidap masalah ginjal,
pneumonia, dan berbagai penyakit terkait dengan usianya. Kemudian, pada 14
Agustus 2006 ia dibawa ke ruang gawat darurat dengan kondisi kritis kendati
sempat membaik beberapa hari. Mahfudh dimakamkan ala militer di Masjid
Al-Rashdan, Nasr City, Cairo, dan dihadiri Presiden Husni Mubarak.
Biografi Taufiq eL Hakim[6]
Dr. Taufiq El Hakim, sastrawan
besar dengan reputasi internasional ini, lahir, bertumbuh dan besar di Mesir.
Ia dilahirkan pada musim panas, 1903 di Dahiyatur-Raml, Iskandaria, Mesir.
Ayahnya, Ismail Beik El Hakim adalah seorang petani kaya raya. Adapun ibunya
adalah perempuan cantik putri perwira tinggi Turki.
Ketika terjadi pergolakan nasional di Mesir, pada tahun 1919, Taufiq sempat
dijebloskan ke penjara karena turut terlibat di dalamnya bersama pamannya,
Hasan. Taufiq
terlibat dalam pergolakan itu di bawah pimpinan Sa'd Zaglul. Penjara
rupa-rupanya menjadi guru terbaik Taufiq dalam mengembangkan pola pikir dan
imaji-kreatifitasnya. Sehingga selepas keluar dari penjara, ia pun
bersungguh-sungguh mengembangkan bakat menulisnya. Ia menulis apa saja yang ada
di batok kepalanya.
Pada tahun 1920, Taufiq memperoleh ijazah kafaah (kredibel),
kemudian pada 1922 ia memperoleh ijazah sarjana muda, dan pada tahun 1925 ia
memperoleh ijazah penuh dalam bidang hukum sebagaimana impian ibunya. Selama studi hukum itu, Taufiq
biasa menulis naskah drama untuk dimainkan oleh Teater Uzbek.
Usai memperoleh gelar sarjana penuh di bidang hukum, Taufiq sempat
memperdalam lagi studi hukumnya di Perancis, selama kurang lebih tiga tahun,
dan kembali ke Mesir pada tahun 1928. Sepulangnya dari Perancis, Taufiq
bukannya meniti karier secara serius di bidang hukum, ia malah kian hobi menulis
naskah drama dan kemudian mementaskannya dengan kelompok-kelompok teater yang
dibentuknya.
Pementasan naskah dramanya berjudul "Ahlul Kahfi" (Penghuni Gua)
yang terilhami dari Al-Quran surat Al-Kahfi, pada tahun 1932, begitu
menggemparkan Mesir karena dianggap sebagai pelopor drama kontemporer di Mesir.
Tak kurang pengamat sastra Thaha
Husein dalam harian Al Wadi', menyejajarkan karya tersebut dengan karya
sastrawan Barat. Semsntara harian Al Balag, menyejajarkan karya itu
dengan karya sastrawan Belgia yang memperoleh Nobel sastra pada 1911, Maurice
Masterlinck. Sejak itulah nama Taufiq el Hakim dikenal luas oleh publik Mesir.
Nama Taufiq semakin melambung ke puncak tangga popularitas, ketika dua
tahun kemudian, yakni pada tahun 1934, ia mengeluarkan naskah drama yang
berjudul "Syahrazad" (Kisah Seribu Satu Malam). Naskah ia banyak mendapat tanggapan
dari kalangan sastrawan. Tak selang berapa lama kemudian, novel perdananya,
"Audaturruuh" (kembalinya Sang Arwah) pun meluncur di pasaran. Novel
itu pun mendulang sukses besar. Kapasitasnya sebagai novelis segera diakui
banyak kalangan.
Kesuksesan di bidang sastra itulah,
yang kemudian membuat Taufiq berfikir ulang tentang kariernya. Pada tahun 1935,
ia mengundurkan diri dari tempat kerjanya di Derpatemen Kehakiman, dan ia
beralih ke Departemen Pendidikan, karena di bidang yang terakhir inilah ia
merasa menemukan kecocokan. Tapi di Departemen Pendidikan ini ia hanya bertahan
selama tiga tahun. Ia kemudian pindah ke Departemen Sosial pada tahun 1939, dan
empat tahun kemudian mengundurkan diri pada tahun 1943. Semenjak kemundurannya
dari Departemen Sosial ini, ia bertekad mengabdikan dirinya hanya di bidang
sastra yang begitu dicintainya dan telah membesarkan namanya.
Pada tahun 1950, Taufiq diangkat
sebagai Direktur Pustaka Nasional Mesir. Lima tahun kemudian, tepatnya pada
tahun 1955, Taufiq diangkat menjadi anggota dewan redaksi harian paling
terkemuka di Mesir, Al Ahram, duduk bersama Najib Mahfouz, Dr. Louis Us,
dan Dr. Aisha Abdurrahman. Pada tahun 1955 itu pula oleh rekan-rekannya diminta
bergabung di Jamiyyatul Udaba Mesir, bersama dengan sastrawan terkemuka
lainnya, semisal Dr. Thaha Husain, DR. Husain Fauzi, Mahmoud Taimur,
Yahya haqqi, Kamil El Sanawi, Yusuf El Sibai, Najib Mahfouz, Ihsan Abdul
Quddus, Abdurrahman El Sharqawi, dan Ahmad Bahauddin.
Perjalanan Taufiq ternyata tak
cukup sampai di situ. Pada tahun 1956 ia diangkat menjadi anggota Majelis
Tinggi Sastra dan Seni, dan akhirnya pada tahun 1959 ia menjadi wakil Mesir di
UNESCO.
Taufiq El Hakim meninggal dunia
pada tahun 1987 dengan mewariskan lebih dari 60 naskah drama Arab modern, 2
kumpulan cerpen dan 20 novel yang bermutu tinggi.
Judul-judul
Novel karya Taufiq El hakim
Himar
Hakim,
Ariinillah, Usfur
min Asy-Syarqi, Rihlat
ilal Ghad, Al-Malik Aw Daib, Nasyid Al-Ansyad, Rashashah fii Qalbi, Lailat Az-Zafaf, Al-Aidi
An-Naimah,
As-Sulthan Al-Hair,
Yaumiyyat An-Naib
Biografi Rajaa Al Sanea[7]
Dr. Rajaa Alsanea yang berasal dari
keluarga dokter di Saudi Arabia adalah lulusan King Saud University dengan
gelar sarjana di kedokteran gigi.
Buku pertamanya Girls of Riyadh
yang sangat controversial ini langsung tidak boleh beredar di Saudi Arabia.
Versi bajakannya yang beredar terus menerus menghebohkan dan telah menjadi
best-seller di Timur Tengah.
Dr. Rajaa Al Sanea sekarang sedang
menyelesaikan study masternya di Chicago.
Judul Novel
Karya Rajaa Al Sanea adalah Banat Riyadh
Biografi
Muhammad Husain Haekal[8]
SEJAK masa mudanya Haekal tidak pernah
berhenti menulis. Disamping
masalah-masalah politik dan
kritik sastra ia juga menulis beberapa
biografi. Dari Kleopatra
sampai kepada Mustafa Kamil
di Timur, dari Shakespeare, Shelley, Anatole France, Taine sampai kepada Jean
Jacques Rousseau dengan gaya yang khas
dan sudah cukup
dikenal. Setelah mencapai lebih setengah abad
usianya, perhatiannya dicurahkan
kepada masalah-masalah
Islam. Ditulisnya bukunya yang kemudian sangat terkenal, Hayat Muhammad (Sejarah
Hidup Muhammad) dan
"DiLembah Wahyu". "Dua
buku yang sungguh indah dan baru sekali dalam cara menulis
sejarah hidup Muhammad,
yang kemudian dilanjutkan dengan studi lain
tentang Abu Bakr dan Umar. Suatu contoh bernilai,
baik mengenai studinya
atau cara penulisannya. Ini
merupakan masa transisi dalam hidupnya", demikian antara lain orang menulis
tentang Haekal.
Pada mulanya
Sejarah Hidup Muhammad
ini telah menimbulkanreaksi hebat
dan kritik tajam di kalangan bangsa Mesir dan dunia Islam umumnya. Tapi semua itu
dihadapinya dengan tenang dan
di mana perlu dijawabnya dengan
penuh tanggung jawab dan rasional
sekali.
Dilahirkan di desa Kafr Ghanam bilangan distrik
Sinbillawain di propinsi Daqahlia,
di delta Nil, Mesir, 20 Agustus 1888, Muhammad Husain Haekal, setelah
selesai belajar mengaji Qur'an di
madrasah desanya ia pindah ke
Kairo guna memasuki sekolah dasar
lalu sekolah menengah
sampai tahun 1905. Kemudian meneruskan belajar hukum hingga mencapai lisensi dalam
bidang hukum (1909).
Selanjutnya ia meneruskan ke Fakultas
Hukum di Universite de Paris di Perancis, lalu dilanjutkan pula
sampai mencapai tingkat
doktoral dalam ekonomi
dan politik dan memperoleh Ph.
D. dalam tahun 1912 dengan
disertai La Dette Publique
Egyptienne. Dalam tahun itu juga ia kembali ke
Mesir dan bekerja
sebagai pengacara di kota Mansura, kemudian di Kairo sampai tahun 1922.
Semasa masih mahasiswa
sampai pada waktu
menjalankan pekerjaannya
sebagai pengacara, ia terus aktif
menulis dalam harian-harian Al-Jarida yang
dipimpin oleh Ahmad
Lutfi as Sayyid, As-Sufur
dan Al-Ahram. Umumnya
ia menulis dalam masalah-masalah sosial dan politik,
di samping juga memberikan kuliah dalam bidang ekonomi dan hukum perdata
(1917-22). Tahun itu juga ia
dipilih sebagai pemimpin redaksi
harian As-Siasa sebagai organ
resmi Partai Liberal.
Dalam tahun 1926 mendirikan mingguan As-Siasa, yang
dalam bidang kulturil besar sekali
pengaruhnya ke seluruh
negara-negara Arab. Ia aktif dalam bidang jurnalistik sampai
tahun 1938.
Karya-karya Haekal
menduduki tempat penting
dalam perpustakaan-perpustakaan berbahasa
Arab. Penulisan novel modern dimulai Haekal. Kemudian ia
menulis serangkaian sejarah Islam
dan biografi di
samping masalah-masalah politik. Buku-bukunya dalam sejarah
Islam merupakan sumber
penting dalam studi
keislaman.
karya-karya
Haekal adalah sebagai berikut:
Zainab (novel), 1914,
Jean Jacques Rousseau
(dua jilid), 1921-23; Fi
Auqat'l-Firaqh
("Diwaktu
senggang"), 1925; "Asyarata Ayyam
fis-Sudan" 1927; Tarajim
Mishria wa Gharbia ("Biografi orang
orang Mesir dan
Barat"), 1929; Waladi ("Anakku"), 1931;
Thaurat'l-Adab, 1933 ;
Hayat Muhammad ("Sejarah Hidup
Muhammad"), 1935; Fi Manzil'l-Wahy ("Di lembah Wahyu"), 1937; Asy-Shiddiq
Abu Bakr, 1942;
Al Faruq 'Umar ("'Umar ibn'l-Khattab") (dua
jilid). 1944-45; Mudhakkirat fis-Siasat'l-Mishria
("Memoir tentang Politik
Mesir") (dua jilid), 1951-53;
Hakadha Khuliqat, 1955;
Al-Imbraturia al-Islamia wal-Amakin
al-Mugaddasa fisy-Syarq' l-Aushat ("Commonwealth Islam dan tempat-tempat Suci di Timur
Tengah") (kumpulan
studi), 1960; Asy-Syarq' l-Jadid
(kumpulan studi), 1963; 'Uthman
bin 'Affan, 1964;
Al-Iman, wal-Ma'rifa wal-Falsafa ("Tentang Iman,
Ma'rifat dan Filsafat") (kumpulan studi), 1965; Qisas Mishria
("Cerpen-cerpen Mesir"), 1969.
Novelnya Zainab,
yang mengisahkan kehidupan
petani Mesir, mula-mula
ditulisnya semasa ia masih mahasiswa di
Paris, dan pada hari-hari
libur sebagian ditulisnya
di London dan di Jenewa,
Swis; telah dibuat
film dan dalam
festival film internasional di Jerman (1952) Die
Liebesromanze der Zenab ini yang
ditulisnya sebagai kenangan
kepada tanah air
dan
masyarakat
di kampungnya, dalam dua kali pertunjukkan telah mendapat sambutan yang luar biasa
dan telah terpilih
pula sebagai film
yang paling berhasil,
dilukiskan sebagai "Egyptische Welturauffuhrung
in Berlin".
Dalam tahun
1943 ia terpilih sebagai
ketua Partai Liberal Konstitusi (Liberal
Constitutional Party), yang
dipegangnya sampai tahun
1952. Tahun 1938 ia menjabat
Menteri Negara, kemudian
Menteri Pendidikan, lalu
Menteri Sosial. Sesudah itu menjadi Menteri Pendidikan lagi dalam tahun 1940
dan 1944. Pada
permulaan tahun 1945
ia terpilih sebagai
ketua Majelis Senat sampai tahun 1950.
Berkali-kali
mengetuai delegasi mewakili negaranya di PBB
dan dalam konperensi-konperensi internasional, dalam Interparliamentary Union dan
secara pribadi terpilih
pula sebagai
anggota panitia eksekutif lembaga tersebut.
[5] http://indojaya.com/hiburan/kisah-sejati/1361-kisah-najib-mahfudh-jari-jari-kekar-sastrawan-mesir-.htmlssss