BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Taqdim
dan ta’khir adalah penyebutan suatu lafad dengan mendahulukan atau mengakhirkan
atas lafad yang lain. Bagi seorang yang ingin memahami Ilmu Ma’ani dituntut untuk memperhatikan berbagai aspek
yang terkait dengan ilmu tersebut, baik aspek intern maupun aspek ekstern, salah
satu aspek yang menjadikan pemahaman ilmu Ma’ani kurang sempurna adalah
minimnya pengetahuan salah satunya tentang al-taqdim wa al-ta’khir (lafaz yang
didahulukan dan yang diakhirkan).
Materi tentang al-taqdim wa al-ta’khir ini
merupakan salah satu sisi supaya pembaca lebih khususnya para mahasiswa dapat
mengetahui lebih dalam tentang al-taqdim wa al-takhir yang dicontokan pada al-Quran, Hadits dan
kata-kata berbahasa Arab dsb.
B. Rumusan Masalah
1. keistimewaan apa
saja yang ada pada Al-Taqdim dan al-Takhir?
2. Bagaimana
contoh-contohnya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
poin-poin tentang keistimewaan dalam Al-taqdim dan al-Takhir
2. Agar mengetahui
contoh dari Al-Taqdim dan al-Takhir itu sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
AL-TAQDIM DAN AL-TAKHIR
A.
Keistimewaan
Mendahulukan Musnad Ilaih
Seperti telah diketahui, bahwasanya
tidaklah mungkin mengucapkan kalam dengan sekali ucapan, tetapi haruslah
mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan sebagian juz yang lain, dan Sebagian
juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang lain,
yang disebabkan adanya kesamaan pada
semua lafadz dengan memandang dari sisi tingkatan I'tibar. Maka wajib
mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim. diantaranya adalah :
1.
Menimbulkan
rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz yang
didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :
بَانَ أمْرُ الإلَهِ
وَاخْتَلَفَ النَّا سُ فَدَاعٍ إلَى ضَلاَلٍ
وَ هَادِيْ والذِيْ حَارَتْ البَرِيَّةُ فِيْهِ
حَيَوَانٌ مُسْتَحْدَثٌ مِنْ جَمَاد
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan
manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang mengajak pada kesesatan dan ada
orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu
makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia
dibangkitkan pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan
dari sperma”
2.
Mempercepat
kabar bahagia atau kesusahan.
Contoh :
العَفْوُ عَنْكَ
صَدَرَ بِهِ الأَمْرُ =
Pengampunan darimu itu berujung pada perkara yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat
memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyenangkan.
القِصَاصُ حَكَمَ
بِهِ القَاضِيْ = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat
memahami bahwa ucapan itu khobar yang menyusahkan.
3.
Lafad
yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau rasa
heran.
Contoh :
أَبَعْدَ طُوْلِ التَجْرِبَةِ تَنْخَدِعُ بِهَذِهِ
الزَّخَارِفِ
“Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu
dengan perhiasan dunia ini.?”
4.
Mencetuskan
Umumus Salbi (عموم السلب) atau Salbil Umum (سلب العموم).
Umumus Salbi, adalah mejadikan
secara umum dalam meniadakan hukum pada masing-masing bagian lafadz yang
menjadi sasaran hokum, itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang
menunjukkan makna Umum) dari pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan
peniadaan). Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain
" apakah Anda mengqoshor Sholat ataukah Anda lupa, Hai Rosulullah"
lalu Beliau SaW menjawab :
كُلُّ ذلك لَمْ يَكُنْ
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara
bersamaan) itu tidak terjadi, bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan
ternafikan sebagian yang lain. atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .
Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :
a. Lafadz yang pertama
bersamaan dengan adat umum.
b. Lafadz yang kedua
bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama
itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.
5.
Menspesifikkan
(takhsis), Contoh :
Contoh :
مَا أَنَا قُلْتُ = Aku tidak berkata.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.
Alasan adanya al-taqdîm dan al-ta′khîr dalam perkataan untuk tujuan-tujuan
balâghah antara lain; ifâdah al-takhsîs (manfaat dalam pengkhususan), dan
taqdîm al-fadl wa al-maziyyah (mendahulukan keutamaan dan kelebihan).
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika
salah satu dari dua rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti
menjadi akhir. karena keduanya itu saling melengkapi.
B.
Keistimewaan
Mendahulukan Musnad
Mendahulukan musnad terhadap musnad
ilaih, faidahnya adalah penekanan (taukid). Musnad didahulukan apabila
ditemukan keadaan yang menghendaki untuk mendahulukannya, misalnya berupa
'amil, seperti:
قام على = Ali telah berdiri.
Atau berupa lafaz yang mempunyai hak untuk didahulukan dalam
kalimat, seperti:
اين الظريق؟ = Di manakah jalannya?
Atau ketika dikehendaki suatu tujuan dari berbagai tujuan berikut
ini:
1)
Untuk
mentakhsis (mengkhususkan) musnad ilaih. Contoh:
لله ملك السماوات والأرض
"Kepunyaan Allah lah kerajaan
langit dan bumi." (Al-Maidah: 17)
2)
Untuk
mengingatkan sejak pertama bahwa musnad memang khabar bukan na'at, seperti
ucapan penyair:
a.
له همم لامنتهى
لكبارها وعمته الصغرى أجل من الدهر
"Dia punya berbagai
cita-cita,yang tak ada puncak bagi kebesarannya, cita-citanya yang paling
kecil, adalah lebih agung daripada masa"
b. له راحة لو أن معشارجودها
على البر كان البر أندى من البحر
"Dia mempunyai telapak
tangan,andaikata sepersepuluh kedermawanannya,
dicurahkan di daratan,tentulah darat
lebih basah daripada lautan"
3)
Meletakkan
makna yang diakhirkan jika pada makna yang didahulukan terdapat hal yang ingin
disebutkan, seperti mendahulukan musnad dalam firman Allah:
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل
والنهار لآيات لأولي الألباب
"Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dam bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal."(Ali Imran: 190)
Dan seperti ucapan penyair:
خير الصنائع فى الانام صنيعة تنبوبها
ملها على الاذلال
"Sebaik-baik pekerjaan diantara
manusia adalah suatu pekerjaan, yang tiada mengenal kehinaan pada orang yang
menekuninya."
4)
Untuk
mengharapkan kebaikan (tafa'ul), seperti ucapan anda kepada orang yang sedang
sakit:
فى عافية انت = Mudah-mudahan anda
diberi kesehatan.
Dan seperti ucapan penyair:
سعدت بغرة وجهك الايام وتزينت بلقاءك
الاعوام
"Semoga bahagia hari-hari itu,
oleh karena kemuliaan wajahmu,
dan semoga berhias tahun-tahun itu,
dengan sebab pertemuan."
5)
Untuk
berfaedah mengkhususkan musnad ilaih atas musnad, seperti firman Allah:
لكم دينكم ولي دين
"Untukmulah agamamu, dan
untukkulah agamaku." (Al-Kafirun: 6)
Secara bahasa contoh di atas
ditafsirkan dengan:
دينكم مقصورعليكم ودينى مقصورعلى , artinya agamamu khusus untukmu, dan agamaku khusus untukku.
6)
Untuk
menyatakan kesusahan, seperti ucapan penyair Al-Mutannabbi:
ومن نكد الدنيا على الحر ان يرى عدوا
له ما من صداقتعه بد
"Dari kesusahan hidup di dunia,
bagi orang yang merdeka,adalah melihat musuh yang seharusnya ia (sebagai) orang
yang menjadi temannya"
7)
Untuk
tujuan kagum, mengagungkan, menyanjung, mencela, menaruh kasihan, atau
mendo'akan, seperti:
a. لله درك = Bagus (kata pujian)
b. عظيم انت ياالله = Maha Agung Engkau ya Allah
c. نعم الزعيم سعد = Sebaik-baik pemimpin adalah Saad
d. بئس الرجل زيد = Seburuk-buruk lelaki adalah Khalil
e. فقير ابوك = Sungguh kasihan bapakmu
f. مبارك وصول لك بالسلامة =Sungguh diberkahi kedatanganmu dengan selamat
Dan juga dapat terjadi musnad untuk
diakhirkan. Sebab, diakhirkan itu memang asalnya, sedangkan mendahulukan musnad
ilaih memang lebih penting. Contoh:
الوطن عزيز= Tanah air itu mulia
Dari segi makna tunggal dan
tidaknya, musnad terbagi menjadi dua macam, yaitu: Mufrad dan Jumlah.
1. Musnad yang mufrad terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
a. Berupa fi'il, seperti:
قدم سعد = Saad telah datang.
b. Berupa isim, seperti:
سعد قادم = Saad datang.
2. Adapaun musnad jumlah ada tiga
macam, yaitu:
a. Berupa sababi, seperti:
خليل أبوه منتصر او أبوه انتصر أو انتصر
أبوه
"Ayah Khalil mendapat
pertolongan."
b. Bertujuan menentukan hukum pada
musnad ilaih, seperti:
أنا سعيت فى حاجتك = Saya telah menunaikan keperluanmu.
Tafsiran dari contoh di atas adalah الساعى فيها أنا
رغيرى , artinya: Orang yang menunaikan
keperluanmu adalah saya, bukan selainnya.
c. Bertujuan untuk mengukuhkan
hukum, seperti:
سعد حضر = Saad telah datang.
Tujuan mengukuhkan hukum terlihat
karena pengulangan isnad sebanyak dua kali.
Terkadang musnad dikemukakan dalam
bentuk dzaraf dan jar majrur, seperti:
1. خليل عندك = Khalil berada di sisimu.
2. محمود فى المدرسة= Mahmud ada di madrasah.
C.
Keistimewaan
Mengakhirkan Musnad Ilaih
Adapun tujuan atau alasan yang menjadikan musnad ileh diakhirkan
dan mendahulukan musnad, yaitu :
1.
القصر Meringkas musnad pada musnad ileh Contoh : (QS: 109 : 6)
Penjelasan (agama) di khususkan pada contoh : Lafad (orang-orang kafir), padahal agama yang diikuti
oleh orang kafir disini belum tentu sesuai dengan apa yang disampaikan atau
dikatakan oleh mukhotob. Bisa jadi orang kafir tersebut mengikuti agama lain
selain yang dituduhkan mutakallim )orang yang bicara). Jadi dari keterangan ini
seakan-akan orang kafir dikecam Allah telah memeluk agamanya sendiri, yaitu
agama nasrani.
2.
التنبيه Mengingatkan mukhotob bahwa musnad itu adalah khobar sejak awal
dalam keadaan apapun atau tidak menjadi sifat Contoh :
له همام لامنتهى
لكبارها # وهمته الصغرى أجل من الدهر ولكم في الأرض مستقر
ومتاع الى حين
Penjelasan contoh : Dari contoh diatas seandainya lafad له همام di rubah atau dibalik menjadi همام له tentu akan menimbulkan salah sangka kalau lafad همام (cita-cita) akan menjadi na’at, karena lafad همام merupakan isim nakiroh sebagai mubtada’yang sangat membutuhkan
na’at dibandingkan khobar. Kalau sudah timbul kesangkaan kayak gini maka
penyangkaan pemujian dan mengagungkan di dalam hati mukhotob hilang. Padahal
tujuan disini adalah berupa pemujian dan pengagungan terhadap همام cita-cita nabi yang tidak pernah habis meskipun besarnya
cita-cita.
3.
التفاؤل به Mengharap kebaikan atau berkah Contoh :
سعدت بغرة وجهك
الأيام # وتزينت بلقائك الأعوام
Penjelasan contoh : Lafad الأيام merupakan musnad ileh yang memang asal mulanya diakhirkan
karena susunannya terdiri dari jumlah fi’liyah. Sedangkan lafad سعدت didahulukan agar mendapa berkah , maksudnya hari-hari yang
disertai dengan kecerian wajah menggambarkan kebahagiaan atau keberkahan yang
akan dijalaninya.
4.
التشويقMembuat hati pendengar agar sangat ingin tahu musnad ileh
(branta’no musnad ileh) Contoh :
لاًولى الاباب
ان في خلق السموات والارض واختلاف الليل والنهار لايات
Penjelasan contoh : lafad لايات لاًولى الاباب di atas merupakan musnad ileh yang di akhirkan. Untuk jelasnya
seandainya lafadان في خلق السموات والارض واختلاف الليل
والنهار belum disertai lafad yang لايات لاًولى الاباب maka memunculkan rasa penasaran yang di alami oleh lafad لايات لاًولى الاباب (orang-orang yang memiliki ilmu/hati) karena dalam firman Allah
(Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang dan
malam) itu menimbulkan perasaan ingin tahu dari mereka (ulil albab).
5.
الإنكار والتعجب menurunkan keingkaran dan keheranan bagi mukhotob
Contoh : ؟ أرغيب أنت عن الهتي ياإبراهيم
Penjelasan contoh: Contoh di atas mengandung makna sungguh sangat
atau sesuatu yang lebih penting dibandingkan musnad ilehnya didahulukan,
seperti أأنت راغب. Contoh itu merupakan
keputusan dari keheranan dan keingkaran terhadap kesenangan Nabi Ibrahim
terhadap umatnya, padahal umatnya tidak patut disenangi oleh Nabi Ibrahim as.
D.
Keistimewaan
Mengakhirkan Musnad
-
Kaidah
Pertama :
التقدم في الذكر لا يعني في الوقوع و الحكم
Maksudnya adalah penyebutan suatu kata atau kalimat (baca: ayat),
tidak berarti terdahulu dalam realitas ataupun hukumnya. Kaidah ini butuh
penjelasan karena bentuk-bentuk taqdim dan takhir dalam al-Quran mempunyai
beberapa arti. Kadang redaksi ayat didahulukan karena beberapa alasan, misalnya
karena realitanya memang terdahulu, atau didahulukan karena mengandung makna
kemuliaan atau terkadang didahulukan karena sulitnya untuk dijelaskan (musykil)
dan setelah dikaji dengan pendekatan taqdim dan takhir maka maknanya menjadi
jelas. Sebagai contoh atas kaidah ini, dapat dilihat pada Q.S. al-Baqarah (2):
67 dan 72.
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina."
mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"
Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil".
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu
saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendak menyingkapkan apa yang
selama Ini kamu sembunyikan.
Ucapan Nabi Musa as. pada ayat diatas diungkapkan setelah
terjadinya perselisihan dan saling tuduh menuduh atas peristiwa pembunuhan
tersebut. Jika kedua ayat tersebut diatas kita amati, maka akan nampak bagi
kita bahwa ayat 72 sebenarnya merupakan sebab atau latar belakang terjadinya
perintah penyembelihan sapi betina yang terdapat pada ayat pertama (67), dan
pada g|alibnya latar belakang selalu berada di depan akan tetapi pada kedua
ayat di atas justru sebaliknya.
Al-Baglawi berkata bahwa ayat 72 di atas merupakan awal kisah,
walaupun pada urutan tilawahnya berada setelah ayat 67. Sebagaimana juga yang
dikatakan oleh al-Wahidi’ bahwa perselisihan dan saling tuduh menuduh atas
pembunuhan tersebut terjadi sebelum peristiwa penyembelihan.
-
Kaidah
Kedua
العرب لا يقدمون إلا ما يعتنون به غالبا
Maksud kaidah ini adalah orang Arab tidak akan mendahulukan sesuatu
kecuali apa yang menjadi perhatiannya (lebih utama).
Bahwa kebiasaan orang-orang ’Arab ahli fushhah bila mengabarkan
sesuatu yang berkaitan dengan hukum dan orang lain juga terlibat dalam hukum
tersebut atau pada apa yang diberitakan itu, maka dia akan mengathafkan satu
sama lainnya dengan wawu yang tanpa menghiraukan tertibnya kalimat. Maka mereka
memulai dengan mendahukuan sesuatu yang lebih penting atau yang lebih
diprioritaskan.
Penjelasan dari kaidah ini yakni pada ungkapan لا يقدمون إلا ما
يعتنون به dipahami bahwa
sebab-sebab suatu perkataan didahulukan oleh karena kemuliaan, keagungan atau
apa yang menjadi perhatian padanya. Dan kata غالبا menunjukkan batasan yang diperlukan sebagaimana telah diketahui
pada kaidah sebelumnya.
Adapun contoh berkenaan dengan kaidah di atas adalah sebagai
berikut: Pada surah al-Baqarah (2): 43 :
Artinya : Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah
beserta orang-orang yang ruku.
Pada ayat di atas mengandung taqdim dan takhir, dimana kata shalat
didahulukan pengucapannya karena lebih diprioritaskan. Imam Fakhr al-Razi
menjelaskan bahwa mendahulukan shalat pada ayat ini, karena shalat adalah
ibadah badaniyah yang paling mulia, dan zakat merupakan ibadah yang paling
mulia pada harta. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya “al-Misbah” bahwa
dua kewajiban pokok itu merupakan pertanda hubungan harmonis, dimana shalat
merupakan hubungan harmonis secara vertical (antara manusia dengan Allah), dan
zakat merupakan hubungan harmonis secara horizontal (hubungan sesama manusia).
Keduanya sama pentingnya akan tetapi shalat tentunya lebih didahulukan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maksud taqdim dan ta’khir disini adalah tujuan lafazh diucapkan
sebagai permulaan atau sebagai akhiran, bukan masksud mengedepankan lafazh yg
sesungguhnya ada di belakang atau sebaliknya, Taqdim dan Takhir yang
dimaksudkan dalam kaidah ini adalah mendahulukan atau mengakhirkan satu lafad
atau ayat yang satu dari satu lafad| atau ayat yang lain. Atau memposisikan
suatu lafad sebelum posisinya yang asli, atau sesudahnya untuk memperlihatkan
kehususan ,keutamaan, dan urgensi dari lafad tersebut.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam mengakhirkan
musnad ileh dalam susunan kalam arab harus memiliki tujuan, yaitu القصر - التنبيه
- التفاؤل به التشويق. Tujuan ke empat ini
berhungan langsung dengan mutakallim, mukhotob dan susunan lafad itu sendiri,
jadi untuk memahaminya membutuhkan perasaan yang menjadikan kecocokan antara
perkara yang disampaikan atau dikatakan cocok dengan rasa yang dialaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhdhari.
(t.t). Jauhar Maknun. Beirut: Dar el-Fikr.
Ali
Al-Jarim & Musthafa Usman (1975). Al Balâghah al-Wâdhihah . Kairo:
Dar al-Ma‟arif.
Terjemah
Kitab Durusul Balaghah Husnus Siyagoh
DAFTAR PUSTAKA