Pages

Monday, September 24, 2012

Fonologi


FONOLOGI
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Kata fonologi berasal dari dua kata, yaitu fon yang berarti bunyi, dan logi yang berarti ilmu. Fonologi juga dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari, menganalisa, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa.[1] Fonologi ini mempunyai dua cabang ilmu, yaitu fonetik dan fonemik.
1.      Fonetik
Fonetik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan makna.[2] Bunyi-bunyi bahasa yang dibahas disini adalah bunyi-bunyi bahasa yang tidak berpengaruh pada makna bahasa yang diucapkan. Kita ambil kata uban, bubur, dan batuk sebagai contoh. Sebenarnya bunyi [u] pada ketiga kata tersebut tidaklah sama. Ketidaksamaan tersebut tetap tidak mempengaruhi makna suatu kata ataupun bahasa yang diucapkan.  
Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu fonetik artikulatoris atau fonetik organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris (organis) sebagian besar termasuk objek kajian linguistik, karena pada proses ini dibahas bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan alat-alat ucap manusia. Sedangkan fonetik akustik membahas bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisisnya sebagai getaran udara. Dalam fonetik ini dibahas mengenai frekwensi getarannya, amplitudonya, dan intensitasnya. Fonetik akustik sebagian besar dikaji dalam bidang fisika, dan fonetik auditoris menyelidiki cara penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh telinga. Fonetik auditoris sebagian besar dikaji dalam bidang kedokteran (neurologi).[3]
1.1  Pengenalan Alat-alat Ucap
Seperti telah kita bicarakan tadi bahwa yang dibahas dalam linguistik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan fonetik artikulatoris. Alat ucap sebagai penghasil bunyi bahasa merupakan salah satu kajian dalam fonetik artikulatoris. Untuk memahami bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi (dihasilkan), kita perlu mengenal nama-nama alat-alat ucap. Nama-nama alat ucap ini berpengaruh pada penamaan bunyi yang dihasilkan. Nama-nama bunyi yang dihasilkan biasanya diambil dari nama-nama alat ucap sebagai penghasil bunyi tersebut.
Ada beberapa organ tubuh kita yang terlibat dalam produksi bahasa, yaitu sebagai berikut:[4]
1.      Paru-paru (lung)
2.      Batang tenggorok (trachea)
3.      Pangkal tenggorok (larynx)
4.      Pita suara (vocal cord)
5.      Krikoid (cricoid)
6.      Tiroid (thyroid)
7.      Aritenoid (arythenoid)
8.      Dinding rongga tenggorokan (wall of pharynx)
9.      Epiglotis (epiglottis)
10.  Akar lidah (root of the tongue)
11.  Pangkal lidah (back of the tongue, dostrum)
12.  Tengah lidah (middle of the tongue, medium)
13.  Daun lidah (blade of the tongue, laminum)
14.  Ujung lidah (tip of the tongue, apex)
15.  Anak tekak (uvula)
16.  Langit-langit lunak (soft palate, velum)
17.  Langit-langit keras (hard palate, palatum)
18.  Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
19.  Gigi atas (upper teeth, dentum)
20.  Gigi bawah (lower teeth, dentum)
21.  Bibir atas (upper lip, labium)
22.  Bibir bawah (lower lip, labium)
23.  Mulut (mouth)
24.  Rongga mulut (oral cavity)
25.  Rongga hidung (nasal cavity)
Bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap di atas biasanya diberi nama sesuai nama alat ucap yang menghasilkannya. Penamaan ini diambil dari bentuk ajektif dari bahasa Latin alat ucap penghasil bunyi. Di bawah ini nama-nama alat ucap dan nama bunyi yang dihasilkan:[5]
1.      Pangkal tenggorok (larynx) - laringal
2.      Dinding ronggssa tenggorokan (wall of pharynx) - faringal
3.      Pangkal lidah (back of the tongue, dosrum) - dorsal
4.      Tengah lidah (middle of the tongue, medium) - medial
5.      Daun lidah (blade of the tongue, laminum) - laminal
6.      Ujung lidah (tip of the tongue, apex) - apikal
7.      Anak tekak (uvula) - uvular
8.      Langit-langit lunak (soft palate, velum) - velar
9.      Langit-langit keras (hard palate, palatum) - palatal
10.  Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum) - alveolar
11.  Gigi (dentum) - dental
12.   Bibir (labium) – labial
Setelah mengetahui nama bunyi bahasa yang dihasilkan masing-masing alat ucap, kita akan dapati gabungan istilah dari dua nama alat ucap. Misalnya, bunyi laminopalatal yaitu bunyi yang dihasilkan oleh gabungan antara daun lidah dengan langit-langit keras, dan bunyi apikodental yaitu bunyi yang dihasilkan karena ada gabungan antara ujung lidah dengan gigi atas.
Proses terjadinya atau dihasilkannya bunyi bahasa diawali dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat pita suara. Pita suara itu harus terbuka supaya udara bisa terus keluar. Setelah melalui pita suara, udara diteruskan melalui rongga mulut atau rongga hidung ataupun melalui keduanya ke udara bebas. Apabila udara yang keluar itu tanpa mengalami hambatan apa-apa, maka bunyi bahasa tidak akan dihasilkan. Bunyi bahasa dihasilkan bila arus udara terhambat oleh alat bicara tertentu. Hambatan ini dapat terjadi dari tempat yang paling dalam sampai tempat yang paling luar. Berikut beberapa jenis hambatan:[6]
1.      Antara pita-pita suara; yang dihasilkan adalah bunyi bersuara.
Ada empat macam posisi pita suara, yaitu (a) terbuka lebar, posisi ini berfungsi untuk bernafas secara normal dan bunyi tidak dihasilkan pada posisi ini, (b) terbuka agak lebar, pada posisi ini dihasilkan bunyi yamg tidak bersuara, (c) terbuka sedikit, pada posisi ini dihasilkan bunyi bersuara, (d) tertutup rapat-rapat, posisi yang mengawali atau mengakhiri bunyi hamzah.
2.      Antara akar lidah dan dinding belakang rongga kerongkongan, yang dihasilkan adalah bunyi faringal.
3.      Antara pangkal lidah dan anak tekak, hasilnya bunyi uvular.
4.      Antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi dorsovelar.
5.      Antara tengah lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi mediolaminal.
6.      Anatara daun lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi laminoalveolar.



1.2  Klasifikasi Bunyi

Bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan.  Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Bunyi vokal dihasilkan karena arus udara setelah melewati pita suara tidak mendapat hambatan apa-apa. Bunyi vokal semuanya bersuara karena dihasilkan dengan pita suara yang terbuka sedikit. Sedangkan bunyi konsonan dihasilkan karena arus udara yang mendapat hambatan atau gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara ada juga yang tidak bersuara.

a.       Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal dan bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan menjadi vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah, misalnya bunyi [e]; dan vokal rendah, misalnya bunyi [a]. Secara horizontal dibedakan menjadi vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat; dan vokal belakang, misalnya bunyi [o] dan [u]. Berdasarkan bentuk mulut ada yang disebut vokal bundar, terbentuk karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vokal tersebut, misalnya vokal [o] dan vokal tak bundar, terbentuk karena bentuk mulut tidak membundar ketika mengucapkan vokal tersebut, misalnya vokal [i].
b.      Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan dibedakan atas dasar posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Berdasarkan posisi pita suara ada yang disebut bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadi getaran pada pita suara. Yang temasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi [b], [d], [g], dan [c]. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tidak bersuara antara lain, bunyi [s], [k], [p], dan [t].
Berdasarkan tempat artikulasi ada yang disebut bunyi bilabial, labiodental, laminoalveolar, dorsovelar, dan lain-lain. Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagaimana gangguan atau hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, dapat dibedakan menjadi konsonan: hambat (letup), misalnya bunyi [p], [b], [t], [d], [k], dan [g], gesekan (frikatif), misalnya bunyi [f], [s], dan [z], paduan (frikatif), misalnya bunyi [c] dan [j], sengauan (nasal), misalnya bunyi [m] dan [n], getaran (trill), misalnya bunyi [r], sampingan (lateral), misalnya bunyi [l], hampiran (aproksiman) misalnya bunyi [w] dan [y].   


2.      Fonemik

Fonemik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa yang dapat membedakan makna kata. Yang menjadi objek kajian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna kata. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut disebut fonem, dan jika tidak membedakan makna maka bukan termasuk fonem.

2.1 Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, harus mencari sebuah satuan bahasa yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dapat membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Identitas suatu fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja. Fonem dari sebuah bahasa ada yang mempunyai beban fungsional yang tinggi, artinya banyak ditemui pasangan minimal yang mengandung fonem tersebut, dan ada pula yang rendah.
Dalam fonem ada yang disebut fonem segmental dan fonem suprasegmental (nonsegmental). Fonem-fonem yang berupa bunyi, yang dihasilkan sebagai hasil segmentasi terhhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sedangkan fonem yang berupa unsur suprasegmental disebut fonem suprasegmental.

2.2 Alofon
Alofon merupakan realisasi dari sebuah fonem. Alofon merupakan dua buah bunyi dari suatu fonem yang sama, bukan dua buah bunyi dari dua buah fonem yang berbeda. Identitas alofon hanya berlaku pada satu bahasa tertentu. Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis, artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Tentang ditribusinya, alofon dapat bersifat komplementer dan juga bisa bersifat bebas.
Bersifat komplementer artinya distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, jika dipertukarkan pun tidak akan mempengaruhi makna. Distribusi komplementer ini bersifat tetap pada lingkungan tertentu. Bersifat bebas artinya alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan tertentu.

2.3 Perubahan Fonem
Perubahan fonem dipengaruhi oleh lingkungan dan fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Pada bahasa-bahasa tertentu ditemukan perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu menjadi fonem yang lain. Berikut ini beberapa kasus perubahan fonem.

2.3.1 Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata kata sabtu lazim diucapkan [saptu], di mana terlihat ada perubahan bunyi [b] menjadi bunyi [p] sebagai akibat pengaruh bunyi [t].
Kalau perubahan itu menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan itu disebut asimilasi fonemis. Kalau perubahan itu tidak menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem, maka perubahan itu disebut asimilasi fonetis atau asimilasi alomorfemis.
Selain asimilasi fonemis dan asimilasi fonetis juga ada yang disebut asimilasi proresif, asimilasi regresif, dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah itu terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah itu terletak di muka bunyi yang mempengaruhinya. Ssedangkan pada asimilasi resiprokal perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi itu, sehingga menjadi fonem yang lain.

2.3.2 Netralisasi dan Arkifonem
Netralisasi selalu mengandung perpindahan identitas fonem, yaitu suatu fonem menjadi fonem yang lain.

2.3.3 Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Ablaut tidak hanya terbatas pada akibat pengaruh bunyi berikutnya, pada peninggian bunyi, tetapi pada pemanjangan, pemendekan, atau penghilangan vokal. Harmoni Vokal terdapat dalam bahasa Turki.

2.3.4 Kontraksi
Dalam kontarksi terjadi pemendekan ujaran. Yang menjadi sunber perubahan dalam kontraksi adalah parole atau ujaran. Dalam kontraksi, dimungkinkan hilangnya sebuah fonem atau lebih. Selain itu, dalam kontraksi, pemendekan itu menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri-sendiri.


2.3.5 Metatesis dan Epentesis
Proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata. Bentuk asli dan bentuk metatesisnya sama-sama terdapat dalam bahasa tersebut sebagai variasi. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya ada penyisipan yang homorgan dengan lingkungannya ke dalam sebuah kata.  














  


[1] Abdul Chaer,  Lingustik Umum, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2003), hal. 102
[2] J. W. M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), hal. 12
[3] Abdul Chaer, Op. Cit., hal. 103
[4] Ibid., Hal. 105
[5] Ibid., Hal. 106
[6] J. W. M. Verhaar, Op. Cit., hal.15

0 comments:

Post a Comment

 
- See more at: http://nyiaran.blogspot.com/2014/02/cara-membuat-tombol-next-page-dengan.html#sthash.QFJYAl2c.dpuf